Saham MEJA: Dari Suspensi ke Potensi Rebound Besar Setelah Rencana Akuisisi Baru

Saham PT Harta Djaya Karya Tbk (kode: MEJA) menjadi salah satu saham berkapitalisasi kecil yang paling banyak diperbincangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang 2025. Setelah sempat anjlok lebih dari 60% dalam beberapa bulan, saham ini mulai menarik kembali perhatian pasar karena kabar akuisisi pengendali baru dan sejumlah aksi korporasi strategis. Artikel ini membahas secara lengkap perkembangan terbaru saham MEJA, penyebab volatilitasnya, serta potensi pergerakan ke depan berdasarkan data dan fakta di lapangan.


1. Perjalanan Singkat Saham MEJA di BEI

PT Harta Djaya Karya Tbk resmi melantai di BEI pada Desember 2023 dengan harga penawaran perdana di kisaran Rp125 per saham. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan besar bahan bangunan ini awalnya relatif stabil di awal tahun 2024. Namun memasuki 2025, saham MEJA justru mengalami fluktuasi ekstrem.

Dalam periode Maret–April 2025, harga sahamnya merosot tajam hingga lebih dari –67%, sempat menyentuh level Rp160-an per saham. BEI bahkan sempat mensuspensi perdagangan MEJA dan warannya (MEJA-W) karena pergerakan harga yang tidak wajar dan volatilitas tinggi. Suspensi ini berlaku sejak 30 April 2025 dan baru dibuka kembali pada 2 Mei 2025.

Penurunan ini membuat investor mempertanyakan fundamental dan arah bisnis perusahaan. Namun siapa sangka, justru di tengah sentimen negatif, muncul kabar besar yang menjadi titik balik penting bagi saham ini.


2. Rencana Akuisisi 45% Saham oleh Investor Baru

Berdasarkan keterbukaan informasi, dua pihak — PT Bisnis Bersama Berkah dan PT Triple Berkah Bersama (Triple B) — secara resmi menyatakan niatnya untuk mengakuisisi 45% saham MEJA dari pemegang saham pengendali saat ini, yaitu Richie Adrian Hartanto S dan PT Interra Djaya Karya.

Jika transaksi ini tuntas, Triple B akan menjadi pemegang saham pengendali baru dan otomatis wajib melakukan Mandatory Tender Offer (MTO) kepada publik sesuai dengan POJK No. 9/2018. Akuisisi ini diproyeksikan membawa arah bisnis baru yang lebih ekspansif.

Menurut laporan dari Bisnis Indonesia dan Fortune Indonesia, Triple B sedang melakukan due diligence dan negosiasi final terkait nilai transaksi. Mereka disebut-sebut memiliki fokus pada pengembangan bisnis distribusi bahan bangunan dan properti, sektor yang masih relevan dengan core business MEJA.

Rencana ini menjadi katalis positif besar, karena investor menilai masuknya pengendali baru bisa menghadirkan modal segar, efisiensi operasional, serta potensi injeksi aset di masa mendatang.


3. Aksi Korporasi Pendukung: Konversi Waran & Diversifikasi Investasi

Selain akuisisi, MEJA juga aktif melakukan beberapa aksi korporasi yang patut dicermati:

  • Konversi Waran Seri I:
    Sejak September hingga Oktober 2025, banyak pemegang waran mengonversi warannya menjadi saham baru. Berdasarkan data BEI, jumlah saham beredar meningkat menjadi 1,917,503,600 lembar saham per 1 Oktober 2025. Langkah ini memperbesar free float dan meningkatkan likuiditas di pasar.
  • Investasi ke Tiga Perusahaan Baru:
    MEJA menanamkan modal sebesar Rp14,4 miliar ke tiga lini bisnis berbeda, antara lain:
    1. Usaha olahraga padel (olahraga raket yang sedang naik daun di kota besar).
    2. Perdagangan besar bahan bangunan (semen, pasir, dan alat rumah tangga).
    3. Penyediaan alat laboratorium dan farmasi.
    Langkah ini menunjukkan upaya diversifikasi usaha agar tidak terlalu bergantung pada satu sektor saja, sekaligus membuka potensi pendapatan baru dari bisnis yang tumbuh cepat.

4. Dampak Rencana Akuisisi terhadap Harga Saham

Pasar umumnya merespons positif setiap kali ada kabar akuisisi pengendali baru, terutama jika pihak yang masuk memiliki rekam jejak kuat. Dalam kasus MEJA, ekspektasi terbesar datang dari potensi restrukturisasi manajemen dan injeksi aset setelah akuisisi rampung.

Beberapa analis menilai bahwa:

  • Triple B bisa melakukan penyuntikan aset produktif di bidang perdagangan dan properti dengan valuasi mencapai Rp 500 miliar – Rp 1 triliun.
  • Jika hal ini terealisasi, kapitalisasi pasar MEJA dapat melonjak hingga 3–5 kali lipat dari posisi sekarang.
  • Dengan valuasi rendah (market cap di bawah Rp 300 miliar), MEJA bisa menjadi kandidat saham multibagger bila sinergi bisnis berjalan efektif.

Kabar akuisisi ini juga membuat saham MEJA sempat mencetak Auto Rejection Atas (ARA) di beberapa sesi perdagangan pasca suspensi dicabut.


5. Fundamental: Belum Kuat Tapi Mulai Bergerak

Secara fundamental, MEJA masih dalam tahap pemulihan. Pendapatan tahun 2024 tercatat belum meningkat signifikan, dan margin laba masih tipis. Namun dengan adanya restrukturisasi dan diversifikasi bisnis, prospeknya mulai membaik.

Jika akuisisi selesai dan manajemen baru mulai bekerja efektif pada 2026, beberapa proyeksi optimistis menunjukkan:

  • Pendapatan berpotensi naik ke kisaran Rp 400–500 miliar per tahun.
  • Laba bersih bisa tumbuh 100–150% dibanding posisi 2024.
  • Dengan asumsi Price-to-Earnings Ratio (PER) konservatif 15x, harga saham bisa naik ke rentang Rp 500–700 per saham — sekitar 200–300% dari posisi saat ini (Oktober 2025).

Namun semua skenario ini tetap bersifat potensial, bergantung pada eksekusi nyata dan kondisi makro ekonomi.


6. Risiko yang Harus Diperhatikan

Seperti saham berkapitalisasi kecil lainnya, risiko di saham MEJA tetap tinggi. Beberapa faktor yang perlu diwaspadai:

  1. Likuiditas Rendah dan Volatilitas Tinggi
    Free float memang bertambah, tapi saham ini masih tergolong illiquid. Harga bisa naik-turun cepat tanpa alasan fundamental kuat.
  2. Proses Akuisisi Belum 100% Rampung
    Negosiasi bisa saja gagal, atau penundaan bisa menahan minat investor sementara.
  3. Kinerja Keuangan Belum Stabil
    Perusahaan perlu menunjukkan konsistensi laba agar kepercayaan investor kembali.
  4. Pengawasan BEI & OJK Ketat
    Karena pernah masuk Unusual Market Activity (UMA), setiap pergerakan tajam akan diawasi lebih ketat untuk mencegah manipulasi harga.

7. Peluang Rebound dan Strategi Investor

Saham seperti MEJA biasanya menjadi incaran investor yang berani mengambil risiko tinggi untuk potensi imbal hasil besar. Secara teknikal, saham ini berada di fase konsolidasi pasca-suspensi dengan volume meningkat perlahan. Jika kabar akuisisi difinalisasi, peluang breakout bisa terjadi.

Bagi investor jangka pendek, momen setelah pengumuman resmi akuisisi bisa menjadi katalis utama. Sementara bagi investor jangka menengah, fokus sebaiknya pada perkembangan laporan keuangan kuartal IV/2025 dan RUPSLB terkait perubahan pengendalian.


Kesimpulan

Saham MEJA saat ini berada di persimpangan antara risiko tinggi dan peluang besar. Dari sisi fundamental, perusahaan masih dalam tahap awal restrukturisasi. Namun dari sisi korporasi, rencana akuisisi 45% saham oleh PT Triple Berkah Bersama menjadi sinyal kuat bahwa MEJA tidak akan dibiarkan stagnan.

Jika akuisisi berjalan mulus dan injeksi modal benar terjadi, saham ini bisa menjadi salah satu “hidden gem” di papan pengembangan BEI — dengan potensi kenaikan 200–400% dalam jangka 1–2 tahun. Namun investor harus tetap realistis dan disiplin dalam manajemen risiko, karena saham berkapitalisasi kecil cenderung ekstrem dalam volatilitasnya.

Dengan memantau laporan keuangan, aksi korporasi, dan transparansi manajemen, saham MEJA bisa menjadi cerita menarik berikutnya dalam dunia pasar modal Indonesia.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *